[Al-Islam 482] SATU
Desember sudah sejak tahun 1998 diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia.
Peringatan Hari AIDS Sedunia berawal dari Pertemuan Puncak
Menteri-menteri Kesehatan dari 148 negara yang tergabung dalam WHO untuk
Program Pencegahan AIDS pada 1 Desember 1988 di London, Inggris.
Tahun ini, di Tanah Air Hari AIDS Sedunia juga
diperingati di sejumlah daerah dengan berbagai aksi. Di Semarang,
misalnya, sejumlah unjuk rasa digelar. Mereka berharap masyarakat
mewaspadai bahaya AIDS dan tak mengucilkan para penderita. Di Madiun
Komite Penanggulangan AIDS (KPA) serta LSM Bambu Nusantara Madiun
melakukan aksi bagi-bagi bunga, leaflet dan stiker ke pengguna jalan di
kota dan kabupaten. Di Jawa Barat Peringatan Hari AIDS Sedunia
dipusatkan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), yang dihadiri para wakil
pemerintah kota/kabupaten serta lembaga swadaya masyarakat (Detik.com, 1/12).
Sampai sekarang, AIDS masih menempati peringkat
keempat penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut WHO (2009) jumlah
penderita HIV/AIDS sebanyak 33,4 juta jiwa di seluruh dunia. Di
Indonesia, kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali tahun 1986 di Bali.
Departemen Kesehatan RI memperkirakan, 19 juta orang saat ini berada
pada risiko terinfeksi HIV. Adapun berdasarkan data Yayasan AIDS
Indonesia (YAI), jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia per
Maret 2009, mencapai 23.632 orang. Dari jumlah itu, sekitar 53 persen
terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun, disusul dengan kelompok usia
30-39 tahun sekitar 27 persen.
Adapun berdasarkan cara penularan, 75 hingga 85
persen HIV/AIDS ditularkan melalui hubungan seks, 5-10 persen melalui
homoseksual, 5-10 persen akibat alat suntik yang tercemar terutama
pengguna narkoba jarum suntik dan 3-5 persen tertular lewat transfusi
darah.
Penanggulangan yang Salah-Kaprah
Selama ini, penanggulangan HIV/AIDS di dunia maupun
di Indonesia secara umum mengadopsi strategi yang digunakan oleh UNAIDS
dan WHO. Karena penyakit ini hingga sekarang belum ada obat untuk
menyembuhkannya, area pencegahan adalah salah satu prioritas yang harus
dilakukan. Di antara program yang masuk dalam area pencegahan pada
Strategi Nasional Penanggulangan HIV-AIDS adalah: Kondomisasi, Subsitusi
Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril. Upaya penanggulangan
HIV/AIDS versi UNAIDS ini telah menjadi kebijakan nasional yang berada
di bawah koordinasi KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional).
Kondomisasi (100% kondom) sebagai salah satu butir
dari strategi nasional telah ditetapkan sejak tahun 1994 hingga
sekarang. Saat ini kampanye penggunaan kondom semakin gencar dilakukan
melalui berbagai media, dengan berbagai macam slogan yang mendorong
penggunaan kondom untuk ‘safe sex’ (seks yang aman) dengan ‘dual protection’
(melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus melindungi dari
infeksi menular seksual). Kampanye kondom juga dilakukan dengan
membagi-bagikan kondom secara gratis di tengah-tengah masyarakat seperti
mal-mal dan supermarket. Terakhir, demi memperluas cakupan sasaran
penggunaan kondom (utamanya para ABG/remaja yang masih segan kalau harus
membeli di apotik), telah lama diluncurkan program ATM (Anjungan Tunai
Mandiri) kondom. Cukup dengan memasukkan 3 koin lima ratus perak, maka
akan keluar 3 boks kondom dengan 3 rasa.
Adapun Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik
Steril saat ini dilakukan dalam bentuk Program Terapi Rumatan Metadon
(PTRM). Pembagian jarum suntik steril bahkan telah menjadi salah satu
layanan di rumah-rumah sakit, puskesmas-puskemas dan di klinik-klinik
VCT (voluntary Counseling and Testing). DepKes menyediakan 75 rumah
sakit untuk layanan CST (Care Support and Treatmen), tercatat 18
Puskesmas percontohan, 260 unit layanan VCT yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Bagaimana hasilnya? Kenyataan berbicara, kondomisasi
ini bukan hanya terbukti gagal mencegah penyebaran HIV/AIDS, namun malah
menumbuhsuburkan wabah penyakit HIV/AIDS. Di AS, kampanye kondomisasi
yang dilaksanakan sejak tahun 1982 terbukti menjadi bumerang. Hal ini
dikutip oleh Hawari, D (2006) dari pernyataan H. Jaffe (1995), dari
Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (US:CDC: United State Center
of Diseases Control). Evaluasi yang dilakukan pada tahun 1995 amat
mengejutkan, karena ternyata kematian akibat penyakit AIDS malah menjadi
peringkat no. 1 di AS, bukan lagi penyakit jantung dan kanker.
Prof. Dr. Dadang Hawari (2002) pernah menuliskan
hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom
sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS antara lain sebagai berikut:
- Efektivitas kondom diragukan (Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima, 1993).
- Virus HIV dapat menembus kondom (Penelitian Carey [1992] dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA).
- Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat
dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam
keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut
mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan
demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom
(Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand
(1995).
- Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari
HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan
(V Cline [1995], profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika
Serikat).
Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data-data tersebut
di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman
merupakan pernyataan yang menyesatkan dan bohong (Republika, 13/12/2002).
Di sisi lain, strategi subsitusi pada hakikatnya
tetap membahayakan, karena semua subsitusi tersebut tetap akan
menimbulkan gangguan mental, termasuk metadon (Hawari, D. , 2004).
Selain itu, metadon tetap memiliki efek adiktif (Bagian Farmakologi. FK.
UI. Jakarta, 2003).
Adapun pemberian jarum suntik steril kepada pengguna
narkoba jarum suntik agar terhindar dari penularan HIV/AIDS juga
merupakan strategi yang sangat tidak jelas. Memberikan jarum suntik
meskipun steril, di tengah-tengah jeratan mafia narkoba sama saja
menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan narkoba. Apalagi
para pengguna narkoba ini tetap berisiko terjerumus pada perilaku seks
bebas akibat kehilangan kontrol, meskipun mereka telah menggunakan jarum
suntik steril.
Seks Bebas: Cikal-Bakal HIV/AIDS
Infeksi HIV/AIDS pertama kali ditemukan di kalangan
gay San Fransisco, tahun 1978. Selanjutnya AIDS merebak di kota-kota
besar Amerika seperti New York, Manhattan juga di kalangan homoseksual.
Inilah yang menjadi bukti bahwa penyakit berbahaya ini berasal dari
kalangan berperilaku seks bebas dan menyimpang. Selanjutnya, budaya seks
bebas pula yang menjadi sarana penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat
dan meluas di Amerika hingga ke seluruh penjuru dunia. Peranan seks
bebas dalam penularan HIV/AIDS ini dibenarkan oleh laporan survey CDC
Desember 2002.
Sementara itu, adanya kelompok ‘baik-baik’
(anak-anak, korban transfusi darah tercemar HIV dan tidak melakukan
penyimpangan perilaku) yang kemudian tertular HIV/AIDS, tidaklah
menunjukkan bahwa penyakit ini bukanlah penyakit akibat penyimpangan
perilaku, karena pada hakikatnya tertularnya mereka yang ’baik-baik’ ini
pun berawal dari ’dibiarkan dan dipeliharanya’ perilaku menyimpang
(seks bebas dan penyalahgunaan NAPZA) di tengah masyarakat. Karena itu,
menurut dr. Faizatul Rosyidah dalam sebuah artikelnya, sungguh suatu
kebodohan yang menyesatkan menyatakan bahwa “Masalah HIV hanyalah
masalah medis semata yang tidak berkaitan dengan perilaku seks bebas”
dengan menjadikan korban-korban tak bersalah tersebut sebagai dalih (Eramuslim, 1/12/2009).
Solusi Islam
Jelas, memerangi penyebaran HIV/AIDS yang mematikan
ini bukanlah dengan metode liberal seperti yang selama ini
diinformasikan kepada masyarakat, melainkan dengan cara Islam. Pertama: Dengan menerapkan aturan Sang Pencipta, Allah SWT, yang melarang seks bebas (perzinaan), kemaksiatan dan penggunaan khamr (termasuk narkoba). Tentang larangan zina, Allah SWT berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
Janganlah kalian mendekati zina karena zina itu perilaku keji dan jalan yang amat buruk (QS al-Isra’ [17]: 32).
Allah SWT juga memberlakukan hukuman yang amat keras
bagi pelaku zina, yakni hukuman cambuk (Lihat: QS an-Nur [24]: 2). Nabi
saw. bahkan memberlakukan hukuman rajam sampai mati atas pezina yang
pernah menikah. Hukuman yang berat juga harus diberlakukan atas para
pengguna narkoba. Selain memang barang haram, narkoba terbukti menjadi
alat efektif dalam penyebarluasan HIV/AIDS.
Tanpa penerapan aturan hukum-hukum Allah ini, terbukti akibatnya sangat fatal. Pada April lalu Bkkbn online
melansir hasil temuan penelitian mengenai seks bebas di kalangan remaja
di 5 kota besar Indonesia yang cukup mengejutkan. Pada penelitian
tersebut Jawa Barat diwakili kota Tasikmalaya dan Cirebon. Hasilnya, 17%
remaja Tasik mengaku sudah melakukan seks pra nikah, dan 6,7 % remaja
Cirebon mengaku penganut seks bebas. Sebelumnya, pada Juli-Desember
2006, Annisa Foundation juga pernah melakukan penelitian kepada 412
orang siswa SMP dan SMA di Cianjur. Hasilnya, lebih dari 42,3 persen
pelajar perempuan di kota santri itu telah melakukan hubungan seks
pra-nikah yang dilakukan atas dasar suka sama suka dan sebagian
dilakukan dengan lebih dari satu pasangan. Di Bandung temuan penelitian
BKKBN menyebutkan, sekitar 21-30% remaja melakukan seks pra nikah,
menyamai DKI Jakarta dan Jogjakarta.
Angka-angka fantastis terkait HIV/AIDS dan seks pra
nikah ini tentu akan sebanding dengan angka penyebaran penyakit menular
seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS), penyalahgunaan narkoba
(khususnya penggunaan melalui jarum suntik yang menjadi jalan penyebaran
HIV/AIDS) dan tingginya kasus aborsi. Hingga September 2008, tercatat
sekitar 4,56% pelajar Jawa Barat telah terinveksi HIV/AIDS. Adapun
aborsi, dari 400 ribu kasus aborsi yang terjadi di Jawa Barat setiap
tahun, separuhnya ditengarai dilakukan oleh remaja (Bkkbn.go.id). Untuk kasus penyalahgunaan narkoba, bulan Maret lalu Pikiran Rakyat pernah melansir berita, bahwa remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9 % dari total jumlah korban.
Kedua: Semua jenis industri seks bebas dan
narkoba harus diberantas habis. Selain itu, tentu harus ada jaminan dari
pemerintah mengenai lapangan pekerjaan yang layak dan halal bagi para
pelaku bisnis haram tersebut.
Ketiga: mengubur akar persoalannya, yakni
sekularisme dan liberalisme, kemudian menggantinya dengan akidah dan
sistem Islam. Dalam hal ini, penerapan syariah Islam dalam seluruh aspek
kehidupan adalah keniscayaan. Sudah saatnya Pemerintah dan seluruh
komponen bangsa ini segera menerapkan seluruh aturan-aturan Allah
(syariah Islam) secara total dalam seluruh aspek kehidupan, dalam
institusi Khilâfah ‘ala Minhâj an-Nubuwwah. Hanya dengan itulah
keberkahan dan kebaikan hidup—tanpa AIDS dan berbagai bencana
kemanusiaan lainnya—akan dapat direngkuh dan ridha Allah pun dapat
diraih. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.