BAB I
MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM KE INDONESIA
A. SEJARAH
MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Ada tiga teori yang menyatakan masuknya Islam di
Indonesia, yaitu :
- Teori Gujarat
Menutut teori ini Islam masuk ke Indonesia pertama
kali dari Gujarat (India) pada abad ke 12-13 M. Hal ini dibuktikan dengan :
ü Adanya
persamaan Batu Nisan di Cambay, Gujarat dangan Batu Nisan yang ada di Pasai
(Aceh) bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H / 27 September 1428 M dan Batu Nisan di
Gresik (makam Maulana Malik Ibrahim) bertanggal 822 H / 1419 M.
ü Pada waktu
itu para pedagang Arab yang singgah di Gujarat dalam rangka perdagangan timur
tengah dengan Indonesia.
- Teori Arabia
Islam masuk pertama kali masuk ke
Indonesia langsung dari Arab pada abad 1 H atau abad 7-8 M, hal ini dibuktikan
dengan :
ü Adanya
perkampungan arab (Pekojan) di pesisir utara pantai Sumatra (Aceh) pada tahun
684 M.
ü Pada tahun
632 M para saudagara arab melakukan ekspedisi perdagangan ke Cina, namun
sebelumnya singgah dulu di Aceh, sejak saat itulah awal Islam masuk ke Indonesia.
- Teori Persia
Islam di Indonesia berasal dari Persia, hal
didasarkan atas persamaan budaya, yaitu :
a. Peringatan
10 Muharram (Syuro) sebagai peringatan Syi’ah terhadap Syahidnya Husain.
b. Ada
persamaan ajaran Wahdatul Wujudi Hamzah Fansuri dan Syeikh siti Jenar
dengan ajaran Sufi Pesia, Al Hallaj (wafat 922 M)
c. Penggunaan
istilah Persia dalam tanda bunyi harokat dalampengajian Al Qur’an
d. Mayoritas
bermadzhab Syafi’i.
Daerah lain
yang pertama menerima islam adalah Jawa, hal ini didasarkan bukti-bukti sebagai
berikut :
Ø Pada tahun
674 M raja Ta-cheh (Muawiyah) mengirim utusan ke kerajaan Kalingga untuk
mengetahui keadaan kerajaan tersebut. Berdasarkan utusan tersebut diketahui
bahwa pada waktu itu sudah ada penduduk yang beragama Islam.
Ø Di desa
Leran, Manyar, Gresik ditemukan makam Fatimah binti Maimun yang berangka tahun
475-495 H (1082-1101 M)
Berdasarkan pemaparan teori di atas
dapat disimpulkan bahwa, Islam pertama kali masuk ke Indonsia pada abad 1 H
/7-8 M langsung dari Arab, namun dapat berkembang dengan pesat pada abad ke
12-13 M, hal ini ditandai dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai, dimana
budaya Islam yang berkembang adalah budaya Islam Persia.
B. TOKOH -
TOKOH PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA
Pada
awalnya, tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesia adalah para pedagang. Selain
membawa dan menawarkan dagangan, mereka juga memperkenalkan dan menyiarkan
Islam kepada para penduduk.
- Sumatra
Islam masuk pertama kali di Sumatra Utara, tepatnya di Pasai dan Perlak.
Kerajaan Islam pertama bernama Samudra Pasai berdiri pada atahun1261 M. Rajanya
bernama Sultan Malik as Saleh. Kerajaan ini terus berkembang dalam bidang
politik, ekonomi dan kebudayaan. Pada mubaligh dan ulama menyebar ke seluruh
nusantara, ke pedalaman Sumatra, pesisir barat dan utara Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Ternate, Tidore dan Kepulauan Maluku sehingga Samudra Pasai terkenal
dengan sebutan Serambi Mekah.
Ibnu Batutah menceritakan bahwa Sultan kerajaan Pasai sultan Malik az Zahir
dikelilingi oleh ulama dan Mubaligh Islam. Raja-raja Aceh mengangkat para ulama
menjadi penasihat dan pejabat di bidang keagamaan, diantaranya:
a. Sultan Iskandar Muda (1607-1636) mengangkat Syeikh Samsudin as Sumaterani menjadi Mufti Kerajaan Aceh.
b. Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) mengangkat Nurudin ar Raniri menjadi Mufti kerajaan.
c. Sultan Syaifa Tulladin mengangkat Syeikh Abdur Rauf Singkel menjadi penasihat di bidang agama.
Tokoh-tokoh yang menyebarkan Islam yang lainnya yaitu:
a. Syeikh
Ismail, Seorang
ulama Makkah yang tinggal di Pasai. Beliau berhasil mengislamkan Meurah Silu
yang berganti nama Malikus Shalih (raja Samudra Pasai pertama).
b. Syeikh
Abdullah Al Yamani, ulama
Makkah, berhasil mengislamkan penguasa Kedah yang berganti nama Sultan
Muzahffar Syah.
c. Said Mahmud
Al Hadramut, berhasil
mengislamkan Raja Guru Marsakot dan rakyatnya yang berada di wilayah Barus
(Sumatra Utara)
d. Syeikh
Burhanudin Ulakan, Ulama
Minangkabau penganut tarekat Syatariyah
e. Sayyid Usman
Syahabudin, Ulama Riau
yang menyiarkan Islam di kerajaan Siak.
- Jawa
Penyebar Islam di Jawa dikenal dengan sebutan wali
songo, yaitu :
a. Maulana
Malik Ibrahim
Dikenal
dengan nama Syeikh Maulana Maghribi berasal dari Arab keturunan dari Zainal Abidin bin Hasan
bin Ali bin Abi Thalib. Beliau wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal 882 H/9 April
1419 M dimakamkan di Gresik Jawa Timur. Beliau berjasa diantaranya berusaha
mengislamkan Raja Majapahit Hayam Wuruk pada Tahun 1379 M. Di Gresik mendirikan
Masjid dan Pondok pesantren.
b. Sunan Ampel
(Raden Rahmat)
Lahir di
Campa Aceh pada tahun 1401 M dengan nama Raden Rahmat, putra dari pasangan Maulana Malik
Ibrahim dan Candra Wulan. Beliau menikah dengan seorang putri dari Tuban, Nyai
Ageng Manila. Wafat pada tahun 1481 M. Jasa-jasa beliau diantaranya
mengislamkan Arya Damar yaitu Patih Mangkubumi Majapahit
c. Sunan Bonang
(Makhdum Ibrahim)
Lahir di
Surabaya pada tahun 1465 M dengan nama Makhdum Ibrahim. Putra dari Sunan Ampel
dan sudara sepupu dari sunan Kalijaga. Beliau dianggap sebagai pencipta gending
pertama. Wafat pada tahun 1525 M dan dimakamkan di Tuban.
d. Sunan Giri
(Raden Paku)
Lahir pada
pertengahan abad 15 M dengan nama Raden Paku, putra dari Maulana Ishaq. Beliau terkenal
sebagai pendidik yang berjiwa demokratis melalui tembang seperti cublek-cublek
suweng, lir ilir, jegulan. Sunan Giri atau lebih dikenal dengan Raden Ainul
Yaqin wafat pada tahun 1506 dimakamkan di Giri Gresik.
e. Sunan Drajat
(Syarifudin Hasyim)
Lahir di
Ampel Surabaya pada tahun 1407 dengan nama asli Raden Qasim atau Syarifudin
putra dari Sunan Ampel. Beliau menciptakan gending Pangkur. Wafat pada
pertengahan abad 16 dimakamkan di Sedayu Gresik.
f. Sunan
Kalijaga (Raden Mas Sahid)
Lahir pada
abad 14 dengan nama Raden Mas Syahid putra dari Raden Suhur Tumenggung
Wilwatika Bupati Tuban dan Nawang Rumkanan. Beliau menikah dengan Dewi Sarah binti
Maulana Ishaq dan mempunyai putra Raden Umar Sahid (Sunan Muria), Dewi Ruqayah
dan Dewi Shafiah. Nama kalijaga berasal dari bahasa arab Qadi Zaka, yang bermakna pemimpin yang menegakan kebersihan dan
kesucian. Beliau mengajarkan Islam dengan memasukan hikayat Islam ke dalam
cerita wayang. Beliau wafat dan dimaqamkan di Kadilangu Demak.
g. Sunan Kudus
(Ja’far Shadiq)
Beliau lahir
pada pertengahan abad 15. Nama aslinya Raden Ja’far Shodiq. Beliau mempunyai keahlian
khusus dalam fikih, hadits, tafsir serta logika sehingga beliau mendapat
julukan waliyyul ‘ilmi atau orang
yang kuat ilmunya.
h. Sunan Muria
(Raden Prawoto)
Nama aslinya
adalah Raden Umar Sahid putra dari Sunan Kalijaga. Nama
kecilnya adalah Raden Prawoto. Beliau menikah dengan Dewi Sujinah dan dikarunia
putra bernama Pangeran Santri. Beliau menciptakan lagu Jawa Sinom dan Kinanti.
Beliau diwafatkan di Gunung Muria Kabupaten Kudus.
i. Sunan Gunung
Jati (Syarif Hidayatullah
Nama aslinya adalah Fatahillah. Beliau lahir di Mekah pada tahun 1448 M.
beliau adalah cucu raja Pajajaran Prabu Siliwangi. Beliau hijrah ke Demak pada
masa Pangeran Trenggono menjadi sultan Demak III. Beliau berhasil menaklukan jawa dengan
membangun kerajaan Banten dan Cirebon, merebut Sunda Kelapa dan mengganti
namanya dengan Jayakarta pada tahun 1572 M. Beliau wafat pada tahun 1570 dan
dimakamkan di Gunung Jati Cirebon.
Disamping walisongo,
kerajaan-kerajaan di Pulau jawa juga berperan dalam penyebaran Islam,
diantaranya adalah:
1.
Kerajaan
Demak\
Pendirinya adalah raden Patah.
Kerajaan Demak merupakan kerjaan Islam pertama di Jawa yang berdiri pada tahun
1500 M dan berakhir pada tahun 1550 M.
2.
Kerajaan
Pajang
Kesultanan ini sebagai pelanjut kerajaan Demak. Pendirinya adalah Jaka Tingkir atau Raden Mas Karebet yang bergelar Sultan Adiwijaya yang meninggal pada tahun 1587
M. kesultanan Pajang berakhir pada tahun 1618 M.
3.
Kerajaan
Mataram
Berdiri pada tahun 1582 M, raja pertamanya adalah Panembahan Senopati. Pada tahun 1755 M pecah menjadi dua yaitu
Kerajaan Mataram Surakarta dan
Kerajaan Mataran Yogyakarta.
4.
Kerajaan
Cirebon
Kerjaan Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Pendirinya
adalah Pangeran Walang Sungsang.
5.
Kerajaan
Banten
Sultan pertama adalah Maulana Hasanudin.
- Di Sulawesi
Sunan Giri membawa Islam masuk ke Sulawesi. Beliau memiliki santri dari
Ternate dan Hifu. Islam masuk ke Sulawesi melalui:
a.
Tidak Resmi,
yaitu lewat perdagangan. Penduduk setempat diam-diam telah mengadakan hubungna
perdagangan dengan pedagang-pedagang di luar Sulawesi.
b.
Resmi,
secara resmi Islam masuk dianut oleh raja Gowa dan Tallo yang pertama, yaitu
Sultan Alaudin yang masuk Islam tahun 1605 M. berikut raja-raja Gowa dan Tallo
yang memeluk Islam:
1.
Sultan Alaudin (1593-1639) 7. Sultan Ismail (1709-1711)
2.
Sultan Malikussaid (1639-1653) 8. Sultan Sirajudin (1711-1713)
3.
Sultan Hasanudin (1653-1669) 9. Sultan najmudin (1713)
4.
Sultan Amir Hamzah (1669-1674) 10. Sultan Abdul Khair (1713-1735)
5.
Sultan Karaeng Bisai (1674-1677) 11. Sultan Abd Kudus
(1742-1753)
6.
Sultan Abdul Jalil (1677-1709)
- Di Maluku dan Irian Jaya
Islam masuk
di Maluku diawali dengan Raja Ternate II yang ke 12 Molomatea (1350-1357) yang
bersahabat karib dengan orang Arab. Di Ternate Sultan dibantu sekelompok ulama
yang bertugas memberi nasehat kepada Raja. Demikian juga di Banda, Hitu, Makyan
dan Bacan. Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti:
a. Raja
Ternate, yang bergelar Sultan Makhrum (1465-1486). Setelah wafat digantikan
oleh Sultan Zainal Abidin
b. Raja Tidore,
yang bergelar Sultan Jamaludin
c. Raja
Jailolo, yang berganti nama Sultan Hasanudin
d. Raja Bacan,
tahun 1520 masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin
- Di Kalimantan
Abad V M di
Kalimantan Timur terdapat kerajaan Hindu yaitu Kerajaan Kutai. Di
Kalimantan Barat Kerajaan Sukadana, Kerajaan Banjar di Kalimantan
Selatan. Pada abad XVI Islam masuk ke kerjaan Sukadana. Pada tahun 1590
Kerajaan Sukadana resmi menjadi kerajaan Islam, yang menjadi sultan
pertamanya adalah Sultan Giri Kusuma. Kemudian digantikan oleh putranya Sultan
Muhammad Syafi’udin, beliau mendapat bantuan dari Syeikh Syamsudin
dalam pengembangan Islam. Di kalimantan Selatan pada abad XVI masih ada
kerajaan Hindu diantaranya yaitu Kerjaan Banjar, Negaradipa, Kahuripan,
dan Daha. Kerajaan ini berkaitan erat dengan Majapahit.
Di
Kalimantan Timur terdapat dua orang Da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri
Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai tunduk
kepada Islam diikuti oleh para pangeran, menteri, panglima dan hulubalang.
- Di Nusa Tenggara dan Sekitarnya
Islam masuk
ke Nusa Tenggara tahun 1840-1850 M diterima suku Sasak yang disiarkan oleh Mubaligh
dari Makasar. Diantaranya Sunan Prapen, Habib Husain bin umar dan Habib
Abdullah Abbas (Lombok), Syarif Abdurrahman Al Gadri (Sumba), Syeikh
Abdurrahman (Sumbawa dan Timor), Pangeran Suryo Mataram (Kupang).
C. FAHAM KEISLAMAN
YANG BERKEMBANG DI INDONESIA
Faham ke-Islaman yang berkembang di
Indonesia sejak awal adalah faham Ahlusunnah wal Jama’ah atau disebut juga
Sunni yang menonjolkan aspek-aspek sufistik dan bermadzhab Syafi’i.
Secara
Harfiyah Ahlusunnah wal Jama’ah berasal dari tiga kata :
1. Ahlu ; keluarga,
golongan
atau pengikut
2. Al Sunnah ; segala sesuatu yang diajarkan dan
diamalkan Rasulullah SAW.
3. Jama’ah ; para shahabat, apa yang
disepakati para shahabat pada masa Khulafaur Rosidin.
Jadi, Ahlusunnah wal Jama’ah ialah :
Golongan yang mengikuti ajaran Islam seperti yang diajarkan dan diamalkan
Rosulullah dan para Shahabtnya.
Faham ini di pelopori oleh ; Imam Abu
Hasan al-As’ary dan Imam Abu Mansur al-Maturidi.
BAB II
STRATEGI DAN PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
A.
STRATEGI DAKWAH ISLAMIYAH
Islam dalah
agama yang membawa rahmat kepada seluruh alam semesta, bukan hanya umat Islam
semata. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT …
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
Dalam mengemban dakwah Islamiyah,
para Da’i atau Mubaligh tidak menempuh jalan kekerasan, namun lebih memilih
jalan damai. Metode dakwah dengan jalan kekerasan hanya akan memimbulkan dampak
negatif baik dari segi Da’i maupun dari segi dakwah Islamiyah itu sendiri.
Karena tugas dakwah adalah tugas setiap
umat Islam, maka kegiaytan dakwah Islamiyah dilaksanakan oleh semua pihak
dengan berbagai kegiatannya masing-masing. Para pedagang melaksanakan dakwahnya
dalam kegiatan perdagangan, para seniman melaksanakan dakwahnya dalam kegiatan
seni dan budaya, dan para penguasa (pemimpin) melaksanakan dakwahnya dalam
kegiatan pemerintahan.
1. DAKWAH Melalui Kegiatan PEREKONOMIAN
Salah satu
proses Islamisasi di Indonesia melalui jalur perdagangan, hal ini sesuai dengan
kesibukan jalur perdagangan di selat Malaka pada abad 7-12 M. Para pedagang
Arab mempunyai peranan yang penting dalam aktfitas perdagangan
Timur-Barat.Kegiatan perdagangan tersebut digunakan untuk berdakwah dan
berinteraksi dengan para penguasa setempat. Keuntungan lainya ialah status
social yang tinggi para pedagang, dengan menduduki golongan elit tersebut dapat
dimanfaatkan untuk berdakwah di pusat-pusat pemerintahan.
2. DAKWAH Melalui Kegiatan SENI BUDAYA
Selain
perdagangan, para mubaligh Islam juga menggunakan bentuk-bentuk seni dan budaya
sebagai media dakwah. Cara ini lebih mengutamakan isi daripada bentuk lahiriyah
dan mudah menarik simpati rakyat sehingga mudah pula merek masuk Islam.
Bentuk-bentuk seni dan budaya
yang digunakan sangat beragam, ada yang memanfatkan yang sudah ada namun
ada yang memunculkan hal yang baru. Cabang seni yang popular digunakan adalah
Wayang, Gamelan, Gending, dan seni ukir.
Inisiatif penggunaan Wayang adalah
Sunan Kalijaga dengan memodifikasi bentuk dan isi ceritanya. Di dalamnya
diselingi gending-gending yang berupa syair-syair yang berisi ajaran agama,
pendidikan, dan falsafah kehidupan. Budaya yang masih dipeertahankan sebagai
media dakwah ialah Kenduri dan Selametan, dimana niat dan isinya diubah dan
diaganti nilai-nilai keislaman.
3. DAKWAH Melalui PERKAWINAN
Beberapa factor
yang mendorong terjadinya perkawinan pendatang muslim dan wanita setempat,
antara lain :
1. Karena Islam
tidak membedakan status masyarakat.
2. Kebutuhan
biologis, para pedagang biasanya tidak membawa istri dalam muhibahnya. Para
pribumi juga membiarkan perkawinan anak-anakya dengan pedagang muslim untuk
memperoleh status social dan ekonomi yang kuat.
3. Faktor
politik, dengan menikahi putri bangsawan maka akan meningkatkan status social
dan ekonomi sehingga memudahkan untuk berdakwah.
Melalui perkawinana ini nantinya
akan membentuk inti masyarkat muslim yang menjadi titik tolak perkembangan
Islam di Indonesia.
4. DAKWAH Melalui POLITIK dan PEMERINTAHAN
Berdakwah
dilakukan pula di lingkungan kerajaan, sasaran utamanya adalah para raja,
keluarga raja, dan para pembesar kerajaan. Tujuan utamanya adalah apabila sang
raja telah masuk Islam, maka rakyatnya akan setia mengikutinya.
Di antara para tokoh yang berhasil
ialah Syeikh Ismail yang berhasil mengislamkan Merah Silu
(Malikus Shaleh raja Samudra Pertama). Di Jawa; Raden Rahmatullah (Sunan
Ampel) berhasil berdakwah di lingkungan kerajaan majapahit. Walaupun prabu
brawijaya tidak mau masuk Islam, namun Sunan Ampel diberi kebebasan untuk
berdakwah sampai ia mendirikan Pesantren di Randukuning Surabaya yang bernama
Ampel Dento .
Salah satu kader Sunan Ampel adalah Raden
Patah, beliau adalah putra Brawijaya V dari ibu Dharawati. Pada tahun
1462 Raden Patah diangkat menjadi adipati Bintoro (Demak), meskipun demikian
beliau tetap berdakwah dan mendidik para santri di pesantren Glagahwangi. Demak
berkembang dengan pesat, selain sebagai pusat pemerintahan tetapi juga sebagai
pusat dakwah Islamiyah dan berkumpulnya para wali songo. Di Kota ini para wali
mendirikan sebuah masjid agung pada tahun 1468 M. Melalui musyawarah para Wali
maka Raden Patah diangkat menjadi Sultan di Demak, sejak saat itu berdirilah
kerajaan Islam di Jawa, yaitu kerajaan Demak.
Dengan berdirinya kerajaan
(pemerintahan) Islam, maka penyebaran Islam akan lebih kokoh, sehingga Islam
berkembang dengan pesat di Indonesia.
BAB III
PONDOK PESANTREN
A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA PONDOK PESANTREN
Pesantren merupakan
“Bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia, dimana bila di tinjau dari segi
sejarah dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan
dan mengembangkan ajaran islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama.
Pondok adalah rumah atau tempat
tinggal sederhana, disamping itu kata “Pondok” berasal dari bahasa Arab “Funduq”
yang berarti asrama. Sedangkan Istilah pesantren berasal dari kata Shastri
(India) yang berarti Orang yang mengetahui kitab suci (Hindu).
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para
santri. Dalam bahasa Jawa mnejadi Santri dengan mendapat awalan Pe dan
akhiran an menjadi Pesantren :Sebuah pusat pendidikan Islam
tradisional atau pondok untuk para siswa sebagai model sekolah agama di Jawa.
Di Aceh Pesantren disebut : dayah,
Rangkang, Meunasah. Pasundan disebut Pondok, dan di Minangkabau
disebut Surau. Pimpinan pesantren tertinggi (Pengasuh) disebut Kyai
(jawa), Tengku (Aceh), Datuk atau Buya (Minangkabau), Abah/Ajengan (Sunda).
Tokoh yang pertama mnedirikan
pesantren adalah Maulana malik Ibrahim (w. 1419M), beliau menggunakan Masjid
dan pesantren untuk pengajaran ilmu-ilmu agama yang akhirnya melahirkan
tokoh-tokoh wali songo. Pada taraf permulaan bentuk pesantren sangat sederhana,
kegiatan pendidikan dilakukan di masjid dengan beberapa santri. Ketika Raden
Rahmad (Sunan Ampel) mendirikan pesantren (Ampel Dento) hanya memiliki tiga
orang santri. Para santri yang telah selesai belajarnya di Pesantren Ampel
Dento kemudian mendirikan pesantren baru. Salah satunya adalah Raden Paku
(Sunan Giri) yang mendirikan Pesantren d desa Sidomukti, Gresik yang bernama Giri
Kedaton.
Pesantren Giri Kedaton memiliki
santri dari berbagai daerah, seperti jawa, Madura, Lombok, Sumbawa, Makasar,
Ternate, dan lain-lain. Setiap santri kemudian mendirikan pesantren di
daerahnya masing-maisng dengan demikian pesantren dapat berkembang dengan
pesat.
Berdasarkan
sejarah berdirinya, maka tujuan berdirinya pesantren ialah :
- Sebagai lembaga pendidikan
keagamaan dan pembentuk kader-kader ulama
- Sebagai
benteng pertahanan dan pengawal bagi keberlagsungan dakwah Islamiyah di
Indonesia.
B. FUNGSI dan PERAN PESANTREN DALAM PENYEBARAN ISLAM
Fungsi utama
pondok pesantren ialah sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan pusat dakwah
islamiyah. Pada masa penjajahan Pesantren merupakan pendidikan menanamkan sikap
patriotisme dan basis perjuangan untuk melawan penjajah.
Tradisi pesantren memiliki sejarah
panjang. Oleh karena itu, situasi dan peranan Pesantren dewasa ini harus
dilihat dalam hubungan perkembangan Islam jangka panjang, baik di Indonesia
maupun di negara-negara Islam pada umumnya.
Sesuai dengan perkembangan jaman
maka pondok pesantren saat ini dilengkapi dengan ilmu-ilmu umum dan berbagai
ketrampilan. Hal ini untuk membekali para santri agar tidak gagap dengan
perkembangan IPTEK dan dapat berperan aktif dalam masyarakat luas.
Pendidikan di Pesantren bukan hanya
mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowliege) tetapi juga
transfer nilai (transfer of value), sehingga akan mampu mencetak santri
yang menguasai ilmu-ilmu agama, mengamalkan ilmunya dengan ikhlas, dan menjadi
orang yang sholeh apapun profesinya.
C. METODE KAJIAN YANG DILAKUKAN DI PESANTREN
Proses
pendidikanya berlangsung 24 jam, dimana terjadi hubungan antara Kyai dan
santri, santri sesame santri yang berada dalam satu kompleks (masyarakat
belajar).
Setidaknya
ada tiga jenis ilmu keislaman yang secara istiqomah diajarkan di pesantren,
yaitu : Aqidah (Kalam), Fiqh (Syari’ah), dan Akhlaq (tasawuf).
Ketiga ilmu tersebut digali dan dipelajari dari sumber kitab-kitab salaf (kitab
kuning) yang disusun oleh para ulama Ahlusunnah wal Jama’ah.
Sistem
pembelajaran di Pesantren meliputi :
1. Sorogan, Kyai/Ustadz mengajar para santri
satu persatu, tanpa membedakan umur dan jenjang pendidikan.(kelas). Contoh :
sorogan Qur’an, sorogan Kitab dan lain-lain.
2. Bandungan, Kyai/Ustadz mengajar para santri secara bersama-sama
tanpa membedakan umur dan kelas. Sistem ini biasanya dilakukan pada waktu
tertentu dan pada materi tertentu, seperti pengajian akhlaq, Hadits, Pengajian
Romadlon, dan lain lain.
3. Madrasy / Klasikal, sistem pembelajaran dengan cara
klasikal, para santri dikelompokan sesuai umur dan tingkat kemampuannya. Dalam
pendidikan Pesantren dikenal jenjang pendidikan yaitu : Awaliyyah, Wustho,
Ulya, Ma’had ‘Ali.
Berdasarkan
sistem pembelajarannya, maka pesantren dapat dikelompokkan :
1. Pesantren Al
Qur’an, Pesantren
yang secara khusus mempelajari Al Qur’an dan mencetak para Hafidz fdan
Hafidzah.
2. Pesantren
Kitab, Pesantren
yang secara khusus mempelajari ilmu-ilmu fiqh
3. Pesantren
Alat, pesantren
yang secara khusus mempelajari ilmu-ilmu Bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu,
Shorof, dan lain-lain.
Sedangkan
tipe secara umum pesantren adalah :
1. Pesanten
Salafiyyah, Pesantren
yang tidak menyediakan pendidikan formal, sehingga para santri hanya khusus
belajar di pesantren. Pesantren Salafiyah secara khusus mempelajari satu bidang
keilmuan, seperti fiqh, Hadits, atuapun ilmu alat.
2. Pesantren
Modern, Pesantren
yang menyediakan pendidikan formal, sehingga para santri selain belajar di
pesantren juga menempuh pendidikan formal.
3. Pesantren
Perpaduan , Pesantren
yang menyediakan pendidikan formal, tapi dalam system pembelajaranya juga
mengikuti system Salafiyyah.
D. HAL-HAL YANG MENJIWAI DI PESANTREN
Sebagai
lembaga Tafaqquh Fiddin (memperdalam agama) pondok pesantren mempunyai
jiwa yang membedakan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainya. Jiwa pondok
pesantren tersebut dinamakan “Panca Jiwa Pesantren”, yaitu :
1. Jiwa
keikhlasan , jiwa ini
terbentuk oleh suatu keyakinan bahwa semua perbuatan (baik atau buruk) pasti
akan di balas oleh Allah SWT, jadi beramal tanpa pamrih tanpa mengahrapkan
keuntungan duniawi.
2. Jiwa
Kesederhanaan, sederhana
bukan berarti pasif tetapi mengandung unsur kekuatan dan kaetabahan hati serta
penguasaan diri dalam mengahadapi dalam mengahdapi segala kesulitan.
3. Jiwa
Persaudaraan yang
Demokratis, segala perbedaan dipesantren tidak menjadi penghalang dalam jalinan
ukhuwah (persaudaraan) dan Ta’awun (saling menolong).
4. Jiwa
kemandirian, pesantren
harus mampu mandiri dengan kekuatannnya sendiri.
5. Jiwa Bebas, bebas dalam membentuk jalan hidup
dan menetukan masa depan dengan jiwa besar dan sikap optimis mengahadapi berbagai
problematika hidup berdaqsarkan nilai-nilai ajaran Islam. Kebebasan jiwa pondok
pesantren juga berarti tidak terpengaruh dan didikte oleh dunia luar.
BAB IV
SEJARAH ORGANISASI
NAHDALATUL ULAMA
A. MOTIFASI KELAHIRAN NU
Pada tahun
1914 KH. Abdul Wahab Hasbullah pulang dari Mekkah setelah bertahun-tahun
belajar di sana. Beliau terkenal ulama yang sangat dinamis dan mempunyai
cita-cita untuk mempersatukan umat Islam dalam suatu perkumpulan / organisasi
keagamaan. Untuk mewujudkan hal itu, beliau menggandeng ulama yang sangat
Kharismatik, yaitu KH. Hasyim As’ary Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng,
Jombang (JATIM).
Kedua Ulama ini mencoba untuk
mengorganisir dan memberi wadah serta mempersatukan umat Islam (tradisionalis)
di Indonesia . Untuk mewujudkan hal tersebut ditempuh langkah-langkah :
1. Pada tahun
1916 Kyai Wahab mendirikan Madrasah “Jam’iyatul Nahdlotul Wathon
“ di Surabaya. Madrasah ini berkembang dengan pesat dan membuka cabang di
Semarang, Malang, Sidoarjo, Gresik, Lawang, Pasuruan, dan lain-lain.
2. Pada tahun
1919 berdiri TASWIRUL AFKAR”, sebuah madrasah dan forum diskusi
keagamaan yang tujuan utamanya memberi tempat untuk mengaji dan belajar serta
untuk membela kepentingan Islam.
3. Pada tahun
1924 berdiri organisasi “Syubhanul Wathon (pemuda tanah air),
organisasi ini mempunyai kegiatan membahas masalah agama, dakwah, peningkatan
pengetahuan bagi anggotanya, dan lain-lain.
Pada tahun 1926 akan disenggarakan
Kongres Islam sedunia di Makkah yang diikuti perwakilan dari
organisasi-organisasi Islam di dunia. Pada tanggal 16 Rajab 1344 H / 31 Januari
1926 KH. A. Wahab Hasbullah membentuk suatu komite yang bernama Komite Hijaz
yang beranggotakan para alim ulama dari berbagai daerah guna mengikuti Kongres
tersebut. Dalam rapat/sidang komite hijaz tersebut memutuskan dua hal, yaitu :
1. Meresmikan
dan mengukuhkan Komite Hijaz dengan masa kerja samapai delegasi yang akan
dikirim menemui Raja Ibnu Saud dan mengirim delegasi ke Kongres Islam di
Makkah. Adapun yang dikirim ialah KH. Wahab Hasbullah dan Syeikh Ahamad Ghunaim
al Mishri.
2. Membentuk
sebuah Jam’iyyah (organisasi) yang bernama NAHDLATUL ULAMA’.
Denggan tujuan untuk membina terwujudnya masyarkat Islam berdasarkan
aqidah atau faham Ahlusunnah wal Jama’ah (ASWAJA).
Mayoritas anggota NU berada di Jawa,
khususnya JATIM, sepanjang pantura JATENG, Cirebon, dan Banten. Adapun diluar
Jawa meliputi : Banjar (KALSEL) ,Batak Mandailing (SUMUT), Bugis (SULSEL),
Sasak dan Sumbawa (NTB). Cabang tersebut beridri pada kurun waktu 1930-1940.
Kiprah NU yang paling menonjol ialah dibidang pendidikan, jumlah madrasah
meningikat pesat pada waktu 1920-1930-an. Unt6uk mengkoordinasikan kegiatan
pendidikan tersebut dibentuk Lembaga Pendidikan Ma’arif pada tahun 1938.
B. TOKOH-TOKOH PENDIRI NU
Adapun tokoh
besar pengurus NU ialah :
1. KH. Hasyim
Asy’ari (1871-1947) Jombang
2. KH. Abdul
Wahab Hasbullah (1888-1971) Jombang
3. KH.Bisyri
Sansoeri (1886 – 1962 ) Jombang
4. KH. Ridwan
Abdullah (1884 -1962) Semarang
5. KH. Asnawi
(1861-1959) Kudus
6. KH. Ma’sum
(1870-1972) Lasem
7. KH. Nawawi,
Pasuruan
8. KH. Nahrowi,
Malang
9. KH. Alwi
Abdul Aziz, Surabaya
C. NAMA DAN LAMBANG NU
Nahdlatul Ulama adalah organisasi social keagamaan
(Jam’iyyah Diniyah Islamiyah) yang berhaluan (faham) Ahulusunnah wal Jamaah.
Secara harfiah terdiri dari kata Nahdlah : Bangkit/Kebangkitan dan ‘Ulama
: Orang-orang yang ahli agama, Jadi Nahdaltul Ulama berarti kebangkitan
para alim-ulama. Nama NU disusulakan KH. Alwi Abdul Aziz dari Surabaya.
Lambang NU berupa :
1. Gambar bola
Dunia atau Bumi yang mengingatkan manusia itu berasal dari tanah dan kembali ke
tanah.
2. Dilingkari
Tali Tersimpul yang melambangkan ukhuwah atau persatuan, dan ikatanya
melambangkan hubungan dengan Allah SWT.
3. Dikelilingi
sembilan Bintang,
ü Lima bintang
di atas katulistiwa, satu
bintang besar melambangkan Nabi Muhammad SAW, sedangkan empat bintang
dibawahnya melambangkan empat shahabat (khulafaur rosidin).
ü Empat
bintang di bawah garis katulistiwa, melambangkan empat madzhab.
ü Disamping
itu jumlah seluruh bintang sembalian juga melambangkan wali songo.
Jadi Nabi SAW, Shahabat, Imam Madzhab,
dan wali songo yang akan memberikan sinar dan petunjuk jalan yang benar.
4. Tulisan
Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia.
Semua jenis lambang tersebut dilatar
belakangi warna putih di atas warna hijau. Warna putih melambangkan kesucian
dan warna hijau melambangkan kesuburan. Lambang ini diciptakan
oleh KH. Ridwan Abdullah dari Surabaya setelah beliau melakukan shalat
Istikharah.
D.
PERILAKU WARGA NU
1. Perilaku Keagamaan
a. Bidang
Aqidah:
ü Keseimbangan
dalam penggunaan dalil Aqli dan Naqli.
ü Manusia
wajib beusaha sedangkan Allah yang menentukan hasilnya.
b. Bidang
Syariah
ü Al Qur’an
dan As Sunnah adalah sumber utama dalam menetapkan hukum syariah.
ü Bila sudah
ada dalil yang jelas (sharih) dan pasti (Qath’I) waji9b dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh
ü Mentolelir
adanya perbedaan pendapatdalam masalah furu’iyah dan mu’amalah.
c. Bidang
Tasawuf
ü Tasawuf
adalah inti sari pengamalan dan penghayatan ajaran agama dalam rangka mancapai
hakekat kebenaran.
ü Tasawuf
memberikan motivasi untuk selalu dinamis.
ü Inti ajaran
Tasawuf adalah penyucian hati dan pembentukan sikap mental dalam menghambakan diri kepada Allah.
2. Perilaku Kemasyarakatan
ü Menjunjung
tinggi nilai-nilai dan norma-norma ajaran Islam
ü Mendahulukan
kepentingan bersama ari pada kepentingan pribadi
ü Menjunjung
tinggi sifat keikhlasan dalam berhikmad dan berjuang
ü mengusahakan
terwujudnya persaudaraan (Ukhuwah, persatuan (Ittihad), dan saling mengasihi (
Taharum)
3. Perilaku Ekonomi
ü As Shidqu ; kejujuran, kesungguhan dan
keterbukaan
ü Al Amanah wal
Wafa Bil’ahd : dapt
dipercaya, setia, tepat janji
ü Al Adalah : adil, obyektif, proporsional dan
taat asas.
4. Perilaku Politik
ü Demokratis
ü Konstitusional
ü Taat hukum
ü mengembangkan
musyawarah dan mufakat
ü Humanisme
relegius (Insaniyah-Diniyah) : peduli dengan nilai kemanusiaan yang
agamais
ü Terbuka baik
dalam lintas agama, suku, ras, dan golongan.
E. Perilaku
Budaya
ü Proprosional
Normatif: masalah kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar
ü Obyektif dan
Selektif
ü Elastis
F. Perilaku
sebagai Anggota Organisasi NU
Ada lima hal
sikap prilaku warga NU dalam berorganisasi (Panca Gerakan Idiologi), yaitu :
1. Ats Tsaqifah bi NU : Yakin dan percaya sepenuhnya terhadap NU
2. Al Ma’arif wal Istiqon bi NU : bisa memberi bobot ilmiah
terhadap NU dengan sungguh-sungguh
3. Al Amal bi Ta’limi NU : Istiqomah dan konsisten dalm
mempraktekkan ajaran dan tuntunan NU
4. Al Jihad fi Sabili NU ; selalu bersemangat dalam
memperjuangkan NU
5. Ash Sabr fi Sabili NU : sabar, tangguh, dan tabah dalam
ber-NU.
BAB V
SISTEM KEORGANISASIAN NU
A. KEPENGURUSAN NU
Kepengurusan NU terdiri dari tiga bagian, yaitu ;
1. Mustasyar; Penasehat yang secara kolektif
memberikan nasehat kepada pengurus NU menurut tingkatannya dalam rangka menjaga
kemurnian, khothah nahdliyah, agama, dan menyelesaikan persengketaan.
2. Syuriyah; merupakan pemimpin tertinggi NU
yang berfungsi pembina, pengendali, pengawas, dan penentu kebijakan dalam usaha
mewujudkan tujuan organisasi. Tanfidziyah.
Tugas-tugas Syuriyah :
1. Setiap awal
tahun hijriyah memberikan pengarahan dalam rapat pleno penyusunan program
tahunan.
2. Setiap akhir
athun hijriyah menerima laporan kerja.
3. Memberikan
tegura, saran dan bimbingan kepada seluruh perangkat Jam’iyah
4. Berhak
embatalkan keputusan atau kebijakan organisasi yang dianggap bertentangan
dengan ajaran Islam
5. Membina,
mengembangkan dan menyiarkan kehidupan beragama khususnya bagi warga NU
danumumnya umat Islam.
6. Sekurang-kurangnya
setahun sekali menerbitkan tulisan bersifat keagamaan
7. Menyelenggarakan
musyawarah ulama.
3. Tanfidziyah; pelaksana harian organisasi NU yang
bertugas :
Tugas-tugas Tanfidziyah :
1. Mengusahakan
kemajuan Jam’iyah
2. Menggerakkan
dan mengelola pelaksanaan program Jam’iyah
3. Melaporkan
pelaksanaan tugas harian kepada Syuriyah
4. Memahami dan
mengawasi kegiatan semua perangkat organisasi dibawahnya.
5. Menyampaikan
laporan secara periodik kepada syuriyah tentang pelaksanaan tugas.
B. TINGKAT KEPENGURUSAN
1. Pengurus
Besar NU (PBNU)
Pengurus
besar adalah kepengurusan NU ditingkat pusat dan berkedudukan di Ibu kota
negara Indonesia. Pengurus besar merupakan penganggung jawab kebijakan dalam
pengendalian organisasi dan pelaksanaan keputusan muktamar.
2. Pengurus
Wilayah NU (PWNU)
Pengurus
Wilayah adalah kepengurusan ditingkat Porpinsi yang berkedudukan di Ibu kota
Propinsi.
3. Pengurus
Cabang NU (PCNU)
Pengurus
Cabang adalah kepengurusan U ditingkat kabupaten/kota yang berkedudukan
ditingkat kabupaten
4. Pengurus
Majlis Wakil Cabang (MWCNU)
Pengurus MWC
adalah kepengurusan ditingkat kecamatan atau daerah yang disamakan
5. Pengurus
Ranting NU (PRNU)
Pengurus
Ranting ialah kepengurusan NU ditingkat Desa/Kleurahan atau daerah yang
disamakan.
C. SISTEM PERMUSYAWARATAN
Lembaga permusyawaratan NU meliputi :
1. Muktamar
Lembaga
permusyawaratan tertinggi dalam NU, diadakan selambat-lambatnya sekali dalam
lima tahun, dilaksanakan oleh PBNU yang dihadiri oleh Pengurus Besar,
Pengurus Wilayah, dan Pengurus Cabang seluruh Indonesia, serta para ulama dan
undangan dari tenaga ahlu yang berkompeten. Muktamar membahas
persoalan-persoalan sosial dan agama, program pembangunan NU, laporan
pertanggungjawaban Pengurus Besar, menetaptkan AD/ART, serta memilih penguru
PBNU yang baru.
2. Musyawarah Nasional Alim Ulama
Musyawarah
alim ulama adalah musyawarah yang diselenggarakan para alim ulama oleh Pengurus
Besar Syuriyah, satu kali dalam satu pereode untuk membahas masalah-masalah
agama.
3. Konfensi Besar
Konfrensi
Besar dilaksanakan oleh pengurus Besar atas permintaan sekurang-kurangnya
separo dari jumlah pengurus Wilayah yang sah. Konfrensi Besar dilaksanakan
untuk membahas keputusan muktamar, mengkaji perkembangan organisasi, dan
membahas sosial keagamaan.
4. Konfrensi Wilayah
Konfrensi
Wilayah dilaksanakan lima tahun sekali yang dihadiri pengurus wilayah dan
utusan-utusan cabang untuk membahas pertanggungjawaban pengurus Wilayah, menyusun
program kerja, membahas masalah keagamaan dan social, serta memilih pengurus
PWNU yang baru.
5. Konferensi Cabang
Konfrensi
Cabang dilaksanakan lima tahun sekali yang dihadiri pengurus Cabang dan utusan
dari Pengurus MWC dan Ranting untuk membahas pertanggungjawaban pengurus Cabang
menyusun program kerja, membahas masalah keagamaan dan social, serta memilih
PCNU yang baru.
6. Konfrensi Majlis Wakil Cabang
Konfrensi
MWC lima tahun sekali yang dihadiri pengurus MWC dan ranting, untuk membahas
pertanggungjawaban pengurus MWC, menyusun program kerja, membahas masalah
keagamaan dan social, serta memilih pengurus MWC yang baru.
7. Rapat Anggota
Rapat
anggota dilaksanakan lima tahun sekali yang dihadiri pengurus ranting untuk
membahas pertanggungjawaban pengurus Ranting, menyusun program kerja, membahas
masalah keagamaan dan social, serta memilih pengurus PRNU yang baru.
D. PERANGKAT ORGANISASI NU
1. Lembaga
Perangkat
organisasi yang berfungsi pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan satu
bidang tertentu.
Adapun
lembaga-lembaga NU meliputi :
-
Lembaga Dakwah NU (LDNU)
-
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU)
-
Lembaga Sosial Mabarut NU (LSMNU)
-
Lembaga Perekonomian NU (LPNU)
-
Lembaga Pembangunan dan Pengembangan Pertanian (LP2NU)
-
Rabithah Ma’ahid al Islamiah (RMI); Pengembangan
bidang Pondok Pesantren
-
Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU)
-
Ha’iyah Ta’miril Masjid Indonesia (HTMI)
-
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia
(LAKPESDAM)
-
Lembaga Seni Budaya NU (LSBNU)
-
Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja NU (LPTKNU)
-
Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU (LPBHNU)
-
Lembaga Pencak Silat (LPS)
-
Jam’yyah Qura wal Huffadz (JQH): Bidang Pengembanga
Tilawah, Metode pengajaran dan penghafalan Al-qur’an.
2. Lajnah
Perangkat
Organisasi NU untuk melaksanakan program yang memerlukan penanganan khusus.
Lajnah NU meliputi:
ü Lajnah
Falakiyah : bertugas
menangani Hisab dan Ru’yah
ü Lajnah
Ta’lif wa Nasyr : bertugas
menangani penerjemah, penyusunan, dan penyebaran kitab-kitab.
ü Lajnah Auqaf
: bertugas
menghimpun, mengurus, dan mengelola tanah serta bangunan yang diwaqafkan.
ü Lajnah Zakat
Infaq dan Shodaqoh (LAZIS) :
bertugas menghimpun, mengelola, dan mentsharafkan zakat, infaq dan sedekah.
ü Lajnah
Bahtul Masail Diniyah : bertugas menghimpun, membahas, dan memecahkan masalah-masalah yang
maudlu’iyah dan waq’iyah yang segera mendapatkan kepastian hukum.
3. Badan Otonam
Perangkat
organisasi NUyang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu, dan
beranggotakan perseorangan. Badan otonom berhak mengatur kepengurusan dan rumah
tangganya sendiri yang ditetapkan melalui kongres.
Badan Otonom
dalam NU adalah:
Ø Jam’iyah
Ahlit Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah : Badan Otonom yang menghimpun pengikut thariqah di
lingkungan NU
Ø Muslimat NU : Badan Otonom yang menghimpun
anggota perempusn NU
Ø Gerakan
Pemuda Ansor (GP Ansor) :
Badan Otonom yang menghimpun pemuda NU.
Ø Ikatan Pelajar
NU (IPNU) :
Badan Otonom yang menghimpun pelajar dan santri laki-laki.
Ø Ikatan Pelajar
Putri NU (IPPNU) :
Badan Otonom yang menghimpun pelajar dan santri perempuan.
Ø Ikatan
Sarjana NU (ISNU) :
Badan Otonom yang menghimpun para sarjana dan kaum intelek NU.
4. KEANGGOTAAN NU
Keanggotaan
NU dapat diklasifikasi menjadi :
1. Anggota Biasa
Setiap warga
Negara Indonesia yang beragama Islam yang beragama Islam, menganut salah satu
madzhab empat, baligh, mengetahui aqidah, asas, tujuan, usaha-usaha, dan
sanggup melaksanakan semua keputusan NU.
2. Anggota luar Biasa
Setiap orang
beragama Islam, baliq, menyetujui akidah, asas, tujuan, usaha-usaha NU, namun
yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar wilayah Indonesia.
3. Anggota Kehormatan
Setiap orang
yang bukan anggota biasa atau luar biasa yang dianggap telah berjasa kepada NU
dan ditetapkan dalam keputusan pengurus besar.
BAB VI
PERANAN NU DALAM DINAMIKA SEJARAH INDONESIA
1.
NU PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada awal
pereode berdirinya, NU lebih mengutamakan pembentukan persatuan dikalangan umat
Islam untuk melawan colonial belanda. Untuk mempersatukan umat islam, KH.
Hasyim As’ary melontarkan ajakan untuk bersatu dan menhajukan prilaku moderat.
Hal ini diwujudkan dalam sebuah konfederasi, Majlis Islam A’la Indonesia(MIAI)
yang dibentuk pada tahun 1937.
Perjuangan NU diarahkan pada dua
sasaran, yaitu : Pertama, NU mengarahkan perjuanganya pada upaya
memperkuat aqidah dan amal ibadah ala ASWAJA disertai pengembangan persepsi
keagamaan, terutama dalam masalah social, pendidikan, dan ekonomi. Kedua;
Perjuangan NU diarahkan kepada kolonialisme Belanda dengan pola perjuangan yang
bersifat cultural untuk mencapai kemerdekaan.
Selain itu, sebagai organisasi social
keagamaan NU bersikap tegas terhadap kebijakan colonial Balanda yang merugikan
agama dan umat Islam. Misalnya : NU menolak berpartisipasi dalam Milisia (wajib
militer), menetang undang-undang perkawinan, masuk dalam lembaga semu
Volksraad, dan lain-lain.
2.
NU PADA MASA PENJAJAHAN
JEPANG
Pada masa
penjajahan Jepang semua organisasi pergerakan nasional dibekukan dan melarang
seluruh aktivitasnya, termasuk NU. Bahkan KH. Hastim Asy’ary (Rois Akbar)
dipenjarakan karena menolak penghormatan kaisar Jepang dengan cara
membungkukkan badan ke arah timur pada waktu-waktu tertentu.
Mengantisipasi perilaku Jepang, NU
melakukan serangkaian pembembenahan. Untuk urusan ke dalam diserahkan kepada
KH. Nahrowi Thohir sedangkan urusan keluar dipercayakan kepada KH. Wahid Hasyim
dan KH. Wahab Hasbullah. Program perjuangan diarahkan untuk memenuhi tiga
sasaran utama, yaitu :
- Menyelamatkan
aqidah Islam dari faham Sintoisme, terutama ajaran Shikerei yang
dipaksakan oleh Jepang.
- Menanggulangi
krisis ekonomi sebagai akibat perang Asia Timur
- Bekerjasama
dengan seluruh komponen Pergerakan Nasional untuk melepaskan diri dari
segala bentuk penjajahan.
Setelah itu, Jepang menyadari
kesalahanya memperlakukan umat Islam dengan tidak adil. Beberapa organisasi
Islam kemudian dicairkan pembekuanya. Untuk menggalang persatuan, pada bulan
Oktober 1943 dibentuk federasi antar organisasi Islam yang diberi nama Majlis
Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Pada bulan Agustus 1944 dibentuk Shumubu(Kantor
Urusan Agama) untuk tingkat pusat, dan Shumuka untuk tingkat daerah.
3.
NU PADA MASA KEMERDEKAAN
Pada tanggal
7 September 1944 Jepang mengalami kekalahan perang Asia Timur, sehingga
pemerintah jepang akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Untuk itu
dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
BPUPKI berangggotakan 62 orang yang diantaranya adalah tokoh NU (KH. Wahid
Hasyim dan KH. Masykur).
Materi pokok dalam diskusi-diskusi
BPUPKI ialah tentang dasar dan bentuk Negara. Begitu rumitnya pembahasan
tentang dasar dan falsafah Negara makadi sepakati dibentuk “Panitia Sembilan”.
Dalam panitia kecil ini NU diwakili oleh KH. Wahid Hasyim, hasilnya disepakati
pada dasar Negara mengenai “Ketuhanan” ditambah dengan kalimat “Dengan
kewajiaban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluknya”. Keputusan ini dikenal
dengan “Piagam Jakarta”.
Sehari setelah Indonesia merdeka,
Moh Hatta memanggil empat tokoh muslim untuk menanggapi usulan keberatan
masyarkat non muslim tentang dimuatnya Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD 1945.
Demi menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, KH. Wahid Hasyim mengusulkan agar
Piagam Jakarta diganti dengan “Ketuhanan yang Maha Esa”. Kata “Esa” berarti
keesaan Tuhan (Tauhid) yang ada hanya dalam agama Islam, dan usul ini diterima.
Pada 16 September 1945 tentara
Belanda (NICA) tiba kembali di Indonesia dengan tujuan ingin kembali menguasai
Indonesia. Melihat ancaman tersebut, NU segera mengundang para utusan dan
pengurus seluruh Jawa dan madura dalam sidang Pleno Pengurus Besar pada 22
Oktober 1945. Pada rapat tersebut dikeluarkan “Resulusi Jihad” yang secara
garis besar berisi :
1. Kemerdekaqan
Indonesia wajib dipertahankan
2. Republik
Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah wajib dibela dan
diselamatkan.
3. Musuh RI ,
terutama Belanda pasti akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk
kembali menjajah Indonesia.
4. Umat Islam
terutama warga NU wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawanya
yang hendak kembali menjajah Indonesia.
5. Kewajiban
Jihad tersebut adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim
(Hukumnya fardlu ‘Ain).
Resulusi Jihad ini benar-benar
menjadi inspirasi bagi berkobarnya semangat juang Arek-Arek Surabaya dalam peristiwa
10 November 1945 yang dikenal dengan”Hari
Pahlawan”.
4.
NU DALAM MENGISI KEMERDEKAAN
Setelah
Proklamasi kemerdekaan, hamper semua organisasi Islam sepakat menjadikan
MASYUMI sebagai partai politik, termasuk NU. Namun pada tahun 1950 NU memutuska
untuk keluar dari MASYUMI karena terjadi konflik intern. Pada Muktamar NU ke
-19 di Palembang 1952 memutuskan menjadi Partai Politik, dengan demikian NU
memasuki dunia politik secara otonom dan terlubat langsung dalam
persoalan-persoalan Negara. Untuk melapangkan jalan di dunia polotik, NU masuk
dalam kabinet Ali Sastro Amijoyo, seperti KH. Zainul arifin (wakil perdana menteri),
KH.Masykur (menteri Agama), begitu pula dengan susunan kabinet yang lain .Pada
tahun 1955 diadakan pemilu yang pertama diIndonesia, NU mampu meraih suara
terbanyak ketiga setelah PNI dan PKI. Hal ini tidak lepas dari peran Kyai dan
Pesantren sebagai kekuatan pokok NU.
Pada pereode 1960-1966 NU tampil
menjadi kekuatan yang melawan komunisme, hal ini dilakukan dengan membentuk
beberapa organisasi, seperti : Banser (Barisan Ansor Serba Guna), Lesbumi
(lembaga Seni Budaya Muslim), Pertanu (Persatuan Petani NU), dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Oktober 1965 NU menuntut pembubaran PKI .
*Mohon maaf jika ada salah kata / penulisan. By. Ahmad Zakariya