Oleh Tengku Zulkarnain
Para ulama sedunia telah sepakat bahwa
sunnat hukumnya bagi kaum Muslimin untuk melakukan
dzikir
setelah selesai sholat fardhu lima waktu. Bahkan, juga disunnatkan
membaca dzikir-dzikir setelah selesai melakukan sholat-sholat sunnat.
Ada banyak sekali hadis-hadis Nabi yang shahih berkenaan dengan dzikir
setelah selesai melaksanakan sholat. Sedangkan
lafazh-lafazh [bacaan-bacaan] dzikir yang diajarkan pun berbeda-beda satu dengan lainnya.
Dalil yang
masyhur tentang dzikir dan doa setelah selesai sholat adalah hadis dari Abi Umamah
radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan: “
Telah ditanyai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Kapankah doa didengar [
dimustajabkan]
oleh Allah?” Rasul menjawab: “Doa yang dilakukan di tengah malam dan setelah selesai melaksanakan sholat fardhu lima waktu” [Hadis Riwayat Imam Turmidzi, hasan shahih].
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menunjukkan
kepada kita bahwa dzikir setelah selesai sholat itu sunnat hukumnya dan
dilakukan dengan mengeraskan suara. Nabi dan para Sahabat melakukan
dzikir dengan suara keras ini pada zaman Nabi masih hidup. Dengan
demikian tuduhan bahwa berdzikir dengan suara keras adalah perbuatan
bid’ah
sama sekali tidak ada dasarnya. Malah perbuatan yang sunnah adalah
mengeraskan suara saat berdzikir setelah selesai sholat lima waktu itu.
Ada juga sebahagian kecil kaum Muslimin yang mengatakan bahwa jika
selesai sholat fardhu orang-orang melakukan dzikir bersuara, maka hal
ini akan mengganggu kekhusyu’an orang-orang yang ingin melaksanakan
sholat sunnat. Perkataan mereka itu hanya pendapat akal semata, dan
tidak ada landasan hadisnya sama sekali. Sayangnya, meskipun hanya
berdasarkan pendapat akal saja, mereka berani melarang orang untuk
berdzikir dengan bersuara keras di masjid-masjid. Padahal kalau dilihat
pada hadis Nabi, melarang orang melakukan dzikir dengan bersuara di
masjid justru merupakan perbuatan yang melanggar sunnah Nabi, karena
tidak didapati sepotong hadis pun yang Nabi melarang umat melakukan
dzikir bersuara itu.
Perkataan mereka yang mengatakan dzikir itu mengganggu orang sholat
sunnat juga keliru, sebab Nabi telah mengajarkan agar setelah selesai
sholat fardhu,
afdholnya kaum Muslimin berdzikir terlebih
dahulu, bukan langsung buru-buru melakukan sholat sunnat tanpa berdzikir
terlebih dahulu. Tegasnya, dzikir setelah selesai sholat adalah
perintah Nabi! Lantas bagaimana perbuatan yang hanya didasarkan pada
pendapat akal dapat diterima, sampai dipakai pula untuk menggusur sunnah
Nabi yang ada dalam hadis-hadis shahih….?
Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, saudara sepupu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menceritakan sebuah hadis yang shahih. Hadis itu berbunyi, “
Kami
mengetahui Nabi dan para Sahabatnya telah selesai mengerjakan sholat
fardhu di masjid dengan mendengar suara takbir mereka……”[Hadis Riwayat Bukhari Muslim]. Dalam hadis yang lain, Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “
Adalah
berdzikir dengan mengeraskan suara setelah selesai mengerjakan sholat
fardhu telah dilakukan pada zaman Rasulllah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam. Dan aku mengetahui mereka telah selesai mengerjakan sholat
fardhu itu karena mendengar suara dzikirnya itu.” [Hadis Riwayat Bukhari Muslim, Lihat kitab
Al Adzkar Imam Nawawi, halaman 77].
Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhuma mendengar suara Nabi
dan Sahabat berdzikir sampai terdengar ke rumah beliau tentu karena
suara dzikir itu keras. Jika dzikirnya tidak bersuara, bagaimana mungkin
beliau mendengar suara dzikir tersebut? Saat mendengarkan suara dzikir
Nabi dan para Sahabat, diyakini Abdullah bin Abbas saat itu masih kecil
dan belum ikut sholat berjama’ah ke Masjid Nabawi.
Keterangan dalil berdzikir bersuara ini telah dibahas secara panjang lebar oleh Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, dalam
Kitab Fathul Bari, Syarah Hadis Bukhari, Jilid II, halaman 591-610. Dan seorang ulama
salafy, Syekh Utsaimin pun sudah mengakui sunnah hukumnya berdzikir bersuara itu dalam
kitab Ensiklopedi Bid’ah. Namun, meskipun demikian, jika ada yang mau mengerjakan dzikir itu tanpa bersuara, menurut faham
Ahlussunnah Wal Jama’ah masih merupakan amalan sunnah juga.
Beberapa bacaan-bacaan dzikir dan doa yang telah dibuat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada masa hidup beliau, antara lain:
- Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan bahwa Rasulullah beristighfar [membaca astaghfirullahal ‘azhim] tiga kali setiap selesai sholat. Kemudian Nabi membaca doa, “Allahumma antassalam wa minkassalam tabarakta ya dzaljalali wal Ikram.”
[Ya Allah Engkaulah Assalam, dan dari Engkaulah segala Keselamatan,
Maha Mulia Engkau Wahai Yang Memiliki Keperkasaan dan Kemuliaan]. [Hadis
Riwayat Imam Muslim].
- Dari Al Harits at Tamimi radhiyallahu ‘anhu adalah Rasulullah telah mengajarkan kepadanya secara diam-diam [berbisik]: “Apabila engkau telah selesai mengerjakan sholat magrib, maka bacalah olehmu, “Allahumma ajjirni minannaar” [Ya Allah selamatkan aku daripada azab neraka]
sebanyak 7 kali, karena apabila engkau mati pada malam itu ketika
engkau telah membaca doa tadi, maka wajib atasmu apa yang kau minta itu.
Apabila engkau selesai sholat subuh maka bacalah doa yang sama sebanyak
7 kali, karena sesungguhnya jika engkau mati di siang harinya, maka
wajiblah atasmu apa yang engkau minta [yakni kebebasan dari neraka].” [Hadis Riwayat Muslim dan Abu Dawud].
- Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apabila telah selesai mengerjakan sholat dan memberi salam maka Beliau berdoa: “Laa ilaha illallah wahdahu la syarikalah, lahulmulku wa lahulhamdu wahuwa ‘ala kulli sya-in qadir.”
[Tiada Tuhan yang disembah selain Allah, Maha Esa lagi tiada sekutu
bagi-Nya, bagi-Nyalah segala kekuasaan, dan bagiNyalah segala Pujian,
dan Dia atas segala sesuatu Maha Kuasa]. [Hadis Riwayat Bukhari dan
Muslim]. Tetapi ada tambahan kalimat yuhyi wa yumit [Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan], setelah kata wa lahulhamdu.
Bacaan ini sudah biasa diamalkan oleh kaum Muslimin di Indonesia selama
ratusan tahun pula. Amalan dan tambahan kalimat itu dikutip dari Hadis Riwayat Imam Turmudzi, Hasan Shohih. Hal ini penting kami tuliskan karena ada segelintir umat Islam yang rajin menuduh bid’ah kepada orang yang menambahkan kalimat yuhyi wa yumit itu, padahal sebenarnya tambahan kalimat ini justru sunnah Nabi, bukan bid’ah!
- Kemudian Nabi membaca doa: “Allahumma laa mani’a lima a’thaita, wa laa mu’thiya lima mana’ta wa laa yanfa’ul jad minkal jad.” [Ya
Allah,tiada yang dapat mencegah akan apa yang telah Engkau berikan, dan
tidak ada yang dapat memberi akan apa yang telah Engkau cegah. Dan
tidak memberi manfaa orang yang memiliki kesungguhan, karena kesungguhan
adalah dari Engkau. [Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim].
- Kemudian Nabi juga ada membaca doa: ”La hawla wala
quwwata illa billahi, la ilaha illah wa la na’budu illa iyyahu,
lahunni’matul walfadhlu walahutstsina-ul hasanu, La ilaha illah
mukhlishina lahuddina, walaukarihal kafirun.” [Hadis Riwayat Muslim]. Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi menyuarakan takbir ini setiap selesai sholat lima waktu. Ini juga merupakan salah satu lagi dalil berdzikir bersuara [jahar] setelah sholat fardhu. [Lihat Al-Adzkar, Imam Nawawi halaman 77].
- Rasulullah ada mengajarkan para shahabat yang miskin-miskin untuk melakukan dzikir setelah sholat fardhu: “Ucapkanlah olehmu, “Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar setelah selesai sholat fardhu sebanyak 33 kali”. [Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim]. Hadis ini lebih dijelaskan lagi dalam syarah hadis Abu Sholih
yakni orang yang meriwayatkan hadis ini langsung dari Abu Hurairah
bahwa cara mengerjakannya adalah sekaligus digabungkan/disatukan seperti
ini: “Subhanallah…walhamdulillah…wallahu Akbar…semuanya total berjumlah 33 kali. Dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi telah bersabda: “Senantiasa tidak kecewa orang yang membaca dzikir setelah sholat fardhu dengan kalimat; Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali.” [Hadis
Riwayat Muslim]. Dzikir ini dibuat secara terpisah, tidak bergabung
menjadi satu seperti amalan hadis yang sebelumnya.” Meskipun cara ini
sedikit berbeda, namun tetap sunnah dan telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dalam hadis yang lain dikatakan setelah membaca Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, Allahu Akbar 33 kali, maka hendaklah disempurnakan menjadi seratus kali dengan kalimat, ; “La ilaha illallah wahdahu laa syarikalah lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir”.
Maka siapa yang melakukan hal ini akan diampunkan Allah seluruh
dosa-dosanya walau dosanya sebanyak buih di lautan. [Hadis Riwayat
Muslim].
- Dan diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu telah berkata dia: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam jika telah selesai mengerjakan sholatnya, maka Beliau mengusap keningnya dengan tangan kanannya kemudian beliau membaca, “Asyhadu anlaa ilaaha illallah, arrahmaanurrahim, Allahummadz hib ‘annil hamma wal hazan.”
[Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Mengasihani, Ya Allah buanglah daripadaku kegunda-gulanaan dan
kesedihan].
- Dan diriwayatkan dengan sanad yang shahih dalam kitab Sunan Abu Dawud dan Nasai dari Mu’adz bin radhiyallahu ‘anhu: “Adalah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memegang tanganku seraya
Nabi bersabda, “Wahai Mu’adz, demi Allah sesungguhnya aku sangat
mencintaimu. Kemudian Beliau menyambung ucapannya lagi, “Aku berwasiat
kepadamu wahai Mu’adz, janganlah engkau meninggalkan bacaan dzikir ini
setelah selesai melakukan sholat. Ucapkanlah olehmu, “Allahumma a’inni ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik.” [Ya Allah, tolonglah aku dalam mengingatMu dan bersyukur kepadaMu dan beribadah kepadaMu dengan sebaik-baiknya].
Wallahu A’lam Bishshowab.